Senin, 23 September 2019


Guru Pinggiran Kabupaten Malang Belajar STEAM dan HOTS di China


Nani Nurcahyani (pertama dari kiri) bersama Kepala Dirjen GTK, Dr. Praptono, M.Pd. (tengah)

Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Pepatah ini benar-benar dialami Nani Nurcahyani, guru SMP Negeri 1 Tumpang, Kabupaten Malang. Bagai mendapat durian jatuh, perempuan 35 tahun ini terpilih menjadi peserta Pelatihan Guru ke Luar Negeri di Republik Rakyat China yang diadakan oleh Direktorat Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Nani Nurcahyani, S.Pd., M.Pd. adalah guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tumpang. Perempuan ini mendapat kesempatan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Guru ke Luar Negeri di Republik Rakyat China yang diadakan oleh Direktorat Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Peserta diklat berjumlah 50 guru berprestasi yang berasal dari seluruh Indonesia dan 2 staf GTK. Nani sendiri terpilih setelah menjadi Juara II Lomba Inovasi Pembelajaran (Inobel) Tingkat Nasional Tahun 2018. Diklat ini dilaksanakan pada 3-24 Maret 2019 berpusat di China University of Mining and Technology (CUMT) yang berada di Kota Xuzhou Provinsi Jiangsu.
Materi yang didapatkan di diklat tersebut adalah STEM (Science Technology Enginering Mathematic) dan HOTS (High Order Thinking Skills). Jika di Indonesia sedang ‘booming’ tentang STEM, China sudah lama mengaplikasikannya, bahkan menambah satu unsur lagi yaitu “A” menjadi STEAM (Science Technology Enginering Art Mathematic). Unsur ‘Art’ juga diprioritaskan dalam pembelajaran di China. Bagaimana mereka mengajar tidak hanya dengan berbagai kecanggihan IT, tetapi juga dengan seni, baik seni mengajar, berkarya, membuat produk, dan lain sebagainya.  Tak hanya itu, Pemerintah China juga memberikan gambaran kemajuan pendidikan di China, baik kurikulum maupun inovasi di sana.
Pendidikan STEAM di China mencakup mata pelajaran, seni, robotik, edukasi kreatif, dan pendidikan karakter. Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat di China memudahkan pemerintah China untuk mengaplikasikan pembelajaran berbasis STEAM. Pembelajaran STEAM tidak hanya berfokus pada ilmu pengetahuan pada ranah sains, teknologi, engineering, dan matematika saja, tetapi juga pada pemanfaatan ilmu tersebut sebagai basis pembelajaran dan pengembangan potensi siswa sehingga hardskill dan softkillnya  seimbang. Selain STEAM, penerapan HOTS  tidak hanya sekadar berpikir, tetapi juga belajar tentang proses berpikir tingkat tinggi dan kreatif.
Saya tidak hanya mendapatkan STEAM dan HOTS saja, ada hal yang begitu menonjol dari pendidikan di China yaitu pendidikan karakter. 
Selain kegiatan di kampus CUMT, peserta diklat juga diajak visitasi ke sekolah, kampus, perusahan robotik, dan pusat kebudayaan di China. Sekolah yang dikunjungi merupakan sekolah unggulan, seperti SD Wang Jie dan SMP Afiliasi CUMT. Kampus yang dikunjungi tidak hanya CUMt, tetapi ada Jiangsu Vocational Institute of Architecture Technology, Nanhu Campus, dan Mining Science Center. Perusahaan Robot IUIA yang dikunjungi bekerja sama dengan semua sekolah di Provinsi Jiangsu dalam membina ekstrakurikuler robotik. Sementara itu tempat wisata yang dieksplore di antaranya Forbidden City, Ziwey Academy,  Oldtown Park, Confusious Cultural Park, Danlong Lake, Yunlong Lake, Pagoda, dan The Great Wall.
Saya bangga karena disambut dengan upacara jamuan minum teh terbaik di China, layaknya menjamu Presiden Obama.
Siswa di China sangat mandiri, kompetitif, dan adaptif. Pendidikan karakter ditanamkan sejak kelas 1-3 SD dan hasilnya betul-betul dapat dilihat pada kehidupan sehari-hari, mulai dating ontime, antre naik bus, meletakkan barang, dan berbagai karakter baik lainnya. Kurikulum yang diimplementasikan di sana disesuaikan dengan minat, bakat, dan kondisi siswa. Banyak hal yang dapat dipelajari dan diterapkan di Indonesia. Jika China bisa, kenapa kita tidak? Satu pertanyaan yang bisa kita jawab jika kita ‘mau’ berubah menuju pendidikan yang berkualitas.
Saya sangat bangga bisa mewakili Kabupaten Malang. Meskipun saya guru pinggiran, saya bisa membuktikan bahwa guru pinggiran juga mampu berprestasi di tingkat nasional.
Tantangan pembelajaran abad 21 yang kini sedang didengung-dengungkan menjadi cambuk bagi perempuan satu ini untuk terus berprestasi. Keterampilan yang harus dikuasai siswa yaitu 4C (Critical Thinking, Creative, Communicative, Collaborative). Untuk menjawab tantangan tersebut, Nani menciptakan media pembelajaran “Komik Pelangi” yang dapat diunduh di google playstore. Ada beberapa prestasi yang sudah diraihnya, di antaranya juara II Inobel Tingkat Nasional Tahun 2018, Juara 1 Olimpiade Guru Nasional (OGN) tingkat provinsi, serta finalis OGN tingkat nasional tahun 2018. Pada peringatan Hardiknas 2 Mei lalu, dia mendapatkan penghargaan dari Bupati Malang di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang sebagai guru berprestasi tingkat nasional.
“Guru Mulia Karena Karya”, kalimat Anies Baswedan ini membuat saya tersadar bahwa guru harus mempunyai karya yang bermanfaat bagi dunia pendidikan di Indonesia. Guru Indonesia wajib menjadi agen perubahan.






  

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar